Kamis, 29 Desember 2016

Antropologi DINAMIKA MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN II (Proses Difusi, Akulturasi Dan Inovasi)






DINAMIKA MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN II
(Proses  Difusi, Akulturasi Dan Inovasi)
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Antropologi Indonesia
 yang Diampu Oleh Bapak Kian Amboro, M.Pd.

Disusun oleh kelompok 11 :
Agus Nandoko                        14220001
M. Rijal Fadhli                         14220020
Riswanda Pandu W.               14220046










BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses difusi
1.      Penyebaran Manusia
Ilmu Paleoantropologi telah memperkirakan bahwa makhluk manusia dari suatu daerah dimuka bumi, yaitu sabana tropika di Afrika timur, dan sekarang makhluk itu sudah menduduki hampir seluruh permukaan bumi ini. Ini dapat diterangkan dengan adanya proses migrasi yang disertai dengan proses penyesuaian atau adaptasi fisik dan sosial budaya dari manusia dalam jangka waktu beratus ribu tahun lamanya. Ditinjau dari segi penelitian maka kita dapat membayangkan berbagai macam sebab dari migrasi yang lambat dan otomatis, serta peristiwa yang menyebabkan migrasi cepat dan mendadak. Proses difusi (diffusion) adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke seluruh dunia. Kemudian difusi juga merupakan salah satu objek ilmu penelitian Antropologi, terutama sub-ilmu antropologi diakronik.  Proses difusi tidak hanya dilihat dari sudut bergeraknya unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ketempat yang lain di muka bumi saja. Tetapi terutama sebagai proses dimana unsur kebudayaan dibawa oleh individu dari suatu kebudayaan, dan harus diterima oleh individu-individu dari kebudayaan lain. Migrasi lambat dan otomatis adalah sejajar dengan perkembangan dari manusia yang selalu banyak jumlahnya, sejak masa timbulnya di muka bumi sampai sekarang.
2.      Penyebaran Unsur-Unsur Kebudayaan
3
Bersamaan dengan penyebaran migrasi kelompok manusia ke berbagai dunia yang disebut proses difusi. Penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok masyarakat dimuka bumi ini turut tersebar pula berbagai unsur kebudayaannya. Penyebaran unsur-unsur kebudayaan dapat juga terjadi tanpa ada perpindahan kelompok-kelompok manusia atau bangsa-bangsa tetapi karena unsur-unsur kebudayaan itu memang sengaja dibawa oleh individu-individu tertentu, seperti halnya para pedagang dan pelaut. Pada zaman penyebaran agama-agama besar, para pendeta agama Budha, para pendeta agama Nasrani, dan kaum muslimin mendisfusikan berbagai unsur dari kebudayaan-kebudayaan dari mana mereka berasal, sampai jauh sekali. Terutama ilmu sejarahlah yang telah memperhatikan cara penyebaran dari unsur-unsur kebudayaan oleh individu-individu yang terurai.
Bentuk difusi yang lain dan mendapat perhatian ilmu Antropologi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang berdasarkan pertemuan-pertemuan antara individu dalam suatu kelompok manusia dengan individu kelompok tetangga. Pertemuan antara kelompok-kelompok semacam itu dapat berlangsung dengan berbagai cara. Cara yang pertama adalah hubungan dimana bentuk dan kebudayaan itu masing-masing hampir tidak berubah. Hubungan ini, dapat dinamakan hubungan symbiotic, dapat kita lihat contohnya di daerah pedalaman negara-negara Kongo, Togo, dan Kamerun di Afrika Tengah dan Barat. Di daerah pedalaman negara-negara tersebut terdapat berbagai suku bangsa Afrika hidup dari bercorak tanam di ladang. Mereka mempunyai tetangga, kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari suku-suku bangsa Negrito hidup dari berburu dan mengumpulkan hasil hutan. Hasil berburu dan hasil hutan itu dibarter dengan hasil hutan. Hubungan semacam ini telah berlangsung sejak lama sekali, malahan mungkin sudah sejak berabad-abad lamanya, kedua belah pihak sudah saling membutuhkan, tetapi hubungan mereka terbatas hanya pada barter barang-barang itu saja, sedangkan proses saling mempengaruhi tidak ada. Pada hubungan symbiotic itu kebudayaan suku-suku bangsa Afrika tidak berubah dan kebudayaan kelompok-kelompok Negrito juga. Cara lain adalah bentuk hubungan yang disebabkan karena pedagangan, tetapi dengan akibat yang lebih jauh dari pada yang terjadi pada hubungan symbiotic. Selanjutnya, ada juga hubungan Penetration pacifique (pemasukan secara damai) Salah satu bentuk penetration pacifique adalah hubungan perdagangan. Hubungan perdagangan ini mempunyai akibat yang lebih jauh dibanding hubungan symbiotic. Unsur-unsur kebudayaan asing yang dibawa oleh pedagang masuk ke kebudayaan penemrima dengan tidak disengaja dan tanpa paksaan. Sebenarnya, pemasukan unsur-unsur asing oleh para penyiar agama itu juga dilakukan secara damai, tetapi hal itu dilakukan dengan sengaja, dan kadang-kadang dengan paksa.
Penetration violante (pemasukan secara kekerasan atau tidak damai) Pemasukan secara tidak damai ini terjadi pada hubungan yang disebabkan karena peperangan atau penaklukan. Penaklukan merupakan titik awal dari proses masuknya kebudayaan asing ke suatu tempat. Proses selanjutnya adalah penjajahan, di sinilah proses pemasukan unsur kebudayaan asing mulai berjalan. Ada juga difusi yang disebut stimulus diffusion. Stimulus diffusion adalah proses difusi yang terjadi melalui suatu rangkaian pertemuan antara suatu deret suku-suku bangsa. Konsep stimulus diffusion juga kadang dipergunakan ketika ada suatu unsur kebudayaan yang dibawa ke dalam kebudayaan lain, di mana unsur itu mendorong (menstimulasi) terjadinya unsur-unsur kebudayaan yang dianggap  sebagai kebudayaan yang baru oleh warga penerima, walaupun gagasan awalnya berasal dari kebudayaan asing tersebut.
Kemudian ada juga namanya proses difusi yang menjadi terbagi dua macam, yaitu: Difusi langsung, jika unsur-unsur kebudayaan tersebut langsung menyebar dari suatu lingkup kebudayaan pemberi ke lingkup kebudayaan penerima. Difusi tak langsung terjadi apabila unsur-unsur dari kebudayaan pemberi singgah dan berkembang dulu di suatu tempat untuk kemudian baru masuk ke lingkup kebudayaan penerima.
Pada zaman modern seperti saat ini, penyebaran unsur-unsur kebudayaan tidak lagi mengikuti migrasi-migrasi kelompok, melainkan tanpa kontak langsung antar individu yang berbeda, ini disebabkan sekarang sudah banyak media-media yang membantu mempercepat persebaran kebudayaan dari satu tempat ketempat yang lainnya, seperti sudah adanya televisi, radio, surat kabar dan lain sebagainya. Akhirnya kalau perhatikan suatu proses difusi tidak hanya dari sudut bergeraknya unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ketempat lain di muka bumi saja, tetapi terutama sebagai suatu proses dimana unsur-unsur kebudayaan dibawa oleh individu-individu dari suatu kebudayaan, dan harus diterima oleh individu-individu dari kebudayaan lain, maka terbukti bahwa tidak pernah terjadi difusi dari satu unsur kebudayaan. Unsur-unsur itu selalu berpindah-pindah sebagai suatu gabungan atau suatu kompleks yang tidak mudah dipisahkan.
B. Akulturasi Dan Pembaruan Atau Asimilasi
1.      Akulturasi
        Istilah akulturasi, atau acculturation atau culture contact mempunyai berbagai arti seperti Percampuran merupakan suatu perubahan besar dari suatu kebudayaan sebagai akibat adanya pengaruh dari kebudayaan asing. Sedangkan Menurut Koentjaraningrat yang dimana diantara para sarjana antropologi banyak menggunakan istilah ini yaitu, percampuran menyangkut yang konsep mengenai proses sosial yang timbul jika sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu yang dihadapkan kepada unsur-unsur kebudayaan asing. Akibatnya, unsur-unsur asing lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari kebudayaan asli.
        Proses percampuran berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama. Hal ini disebabkan adanya sebuah unsur-unsur kebudayaan asing yang telah diserap atau diterima secara selektif dan ada unsur-unsur yang tidak diterima sehingga proses perubahan kebudayaan melalui mekanisme percampuran masih memperlihatkan adanya unsur-unsur kepribadian yang asli. Golongan minoritas mengubah sifat khas unsur kebudayaan dan masuk kebudayaan mayoritas.  Ada 5 (lima) golongan masalah akulturasi, diantaranya yaitu :
1.  Masalah metode untuk observasi, masih mencata dan melukiskan suatu proses akulturasi yang terjadi.
2.  Masalah unsur kebudayaan asing yang mudah diterima dan sukar diterima.
3.  Masalah unsur apa yang mudah diganti dan tidak mudah diganti atau diubah.
4.  Masalah ketegangan dari krisis sosial akibat akulturasi.
Dalam penelitian jalannya suatu proses akulturasi, seorang peneliti sebaiknya dapat memperhatikan beberapa soal khusus, yaitu :
a.  Keadaan masyarakat penerima sebelum adanya proses akulturasi berjalan.
b.  Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur kebudayaan asing.
c.  Saluran-saluran yang yang dimulai oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk kedalam kebudayaan penerima.
d.  Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang telah terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing tadi.
e.  Reaksi individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing.
2.      Asimilasi
Asimilasi (assimilation), merupakan proses perubahan kebudayaan secara total akibat membaurnya dua kebudayaan atau lebih sehingga ciri-ciri  kebudayaan yang asli atau lama sudah tidak tampak lagi. Menurut Koentjaraningrat, pembaruan adalah suatu proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda, saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran. Biasanya, golongan-golongan yang tersangkut dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan golongan minoritas. Dalam hal ini golongan-golongan minoritas mengubah sifat khasnya dari unsur-unsur kebudayaanya dan menyesuaikannya dengan kebudayaan dari golongan mayoritas.
Proses-proses sosial yang disebut asimilasi itu banyak diteliti oleh para sarjana sosiologi, terutama di Amerika Serikat. Di sana timbul berbagai maslah yang berhubungan dengan adanya individu-individu dan kelompok imigran yang berasal dari berbagai suku bangsa dan negara di Eropa, yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda. Indonesia, mempunyai banyak golongan khusus, baik yang berupa suku bangsa, lapisan sosial, golongan agama, pengetahuan mengenai seluk-beluk proses asimilasi dari tempat-tempat lain di dunia menjadi penting sekali sebagai bahan perbandingan.
Hal yang perlu diketahui adalah faktor-faktor yang menghambat proses asimilasi. Dari berbagai proses asimilasi yang pernah diteliti para ahli terbukti bahwa hanya dengan pergaulan antara kelompo-kelompok secara luas dan intensif saja, belum tentu terjadi suatu proses asimilasi, kalau diantara kelompok-kelompok yang berhadapan itu tidak ada suatu suatu sikap toleransi dan simpati satu terhadap yang lain. Orang Cina misalnya ada di Indonesia, bergaul secara luas dan intensif dengan orang Indonesia sejak berabad-abad lamanya, namun mereka belum juga semua terintegrasi ke dalam masyarakat dan kebudayaan Indonesia, karena selama itu belum cukup ada sikap saling bertoleransi dan bersimpati.
Sikap toleransi dan simpati terhadap kebudayaan lain itu sebaliknya sering terhalang oleh berbagai faktor, dan faktor-faktor ini sudah tentu juga menjadi penghalang proses asimilasi pada umumnya. Faktor- faktornya itu adalah
a.    Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapinya.
b.    Sifat takut terhadap kekuatan dan kebudayaan lain,
c.    Perasaan superioritas pada individu-individu dari satu kebudayaan terhadap yang lainnya.
Selanjutnya, asimilasi dapat ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok. Untuk mengurangi perbedaan itu, maka asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan, sikap dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama. Hasil dari proses asimilasi adalah semakin tipisnya batas perbedaan antar individu dalam suatu kelompok atau bias juga batas-batas antar kelompok. Selanjutnya, individu melakukan identifikasi diri dengan kepentingan bersama. Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok. Demikian pula antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
C. Inovasi Dan Penemuan
1.      Inovasi Dan Penemuan
Inovasi adalah suatu proses pembaharuan dan penggunaan sumber-sumber alam, energi, dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru semua akan menyebabkan adanya sistem produksi menghasilkan produk-produk baru. Dengan demikian inovasi itu mengenai pembaharuan kebudayaan yang khusus mengenai unsur teknologi dan ekonomi. Proses inovasi sudah tentu sangat erat kaitannya dengan penemuan baru dalam teknologi. Suatu penemuan biasanya juga merupakan suatu proses sosial yang sangat panjang dan membutuhkan waktu lama yang melalui dua tahap khusus, yaitu discovery dan invention.
Suatu discovery adalah suatu penemuan dari unsur kebudayaan yang baru, baik berupa suatu alat baru, suatu ide baru, yang diciptakan oleh seorang individu, atau suatu rangkaian dari bebrapa individudalam masyarakat yang bersangkutan. Discovery baru men jadi invention apabila masyarat sudah mengakuinya, menerima dan menerapkan penemuan baru itu.
Proses dari discovery hingga ke invention sering memerlukan tidak hanya seorang individu, yaitu penciptanya saja, tetapi suatu rangkaian yang terdiri dari beberapa orang pencipta. Penemuan mobil misalnya dimulai dengan aktivitas dari seorang berbangsa amerika yang bernama S. Marcus, yang dalam tahun 1875 mengembangkan motor gas pertama. Sebenarnya sistem motor gas juga merupakan hasil dari suatu rangkaian gagasan yang dikembangkan selangkah demi selangkah oleh beberapa orang pencipta lain sebelum Marcus. Walaupun demikian, Marcuslah yang telah membulatkan penemuan itu dan yang pertama kali menghubungkan motor gas dengan sebuah kereta dengan cara yang sedemikian rupa sehingga tadi dapat berjalan dengan tanpa ditarik oleh kuda. Itulah saatnya mobil menjadi suatu discovery.
Pada saat suatu penemuan menjadi suatu invention, proses penemuan belum selesai. Walaupun kira-kira sesudah 1911 produksi mobil dimulai dan menjadi suatu inovasi teknologi yang ekonomis, namun mobil belum dikenal oleh seluruh masyarakat. Penyebarannya masih harus dipropagandakan kepada kelayak ramai. Lagi pula, waktu itu biaya produksi masih demikian tingginya sehingga hanya suatu golongan sebagian kecil atau hanya kalangan atas saja yang dapat membelinya. Untuk membuat agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin masih diperlukan serangkaian penemuan perbaikan lagi, dan kemudian penerimaan dari masyarakat belum siap dan belum matang untuk menerimanya. Salah satu persiapannya diantaranya dengan membangun jalan-jalan yang baru. Bahkan di negara Eropa dan Amerika pun mobil masih memberikan banyak persoalan. Satu contoh misalnya mengenai tempat memarkir mobil di kota-kota Amerika sekarang.
Dapat diketahui juga di Indonesia persoalan itu juga sudah mulai tampak atau timbul dibeberapa tempat tertentu tetapi masalah parkir, di Indonesia sendiri masih terdapat banyak masalah sekitar mobil yang belum teratur (misalnya sistem persedian suku cadang, sistem jalan-jalan raya yang masih sangat tidak memadai, sistem asuransi mobil yang belum berkembang dan sebagainya) masyarakat Indonesia memang belum matang benar untuk menerima mobil pada saat itu. Proses inovasi sosial-ekonomi dari mobil dalam masyarakat Indonesia belum selesai.
2.      Pendorong Penemuan Baru
Suatu pertanyaan yang sangat penting adalah pertanyaan tentang factor-faktor apakah yang menjadi pendorong bagi individu dalam suatu masyarakat untuk memulai dan mengembangkan penemuan-penemuan baru. Para sarjana mengatakan bahwa pendorong itu adalah :
a.  Kesadaran para individu kekurangan dalam kebudayaan.
b.  Mutu dari keahlian dalam suatu kebudayaan.
c.  Sistem perangsang bagi aktivitas mencipta dalam masyarakat.
Dalam masyarakat tertentu ada seorang individu-individu yang sadar akan adanya bebagai kekurangan dalam kebudayaan mereka. Di antara individu itu banyak yang menerima kekurangan itu sebagai hal yang harus diterima saja, individu-individu lain mungkin tidak berani atau tidak mampu untuk berbuat apa-apa, sedangkan ada juga individu-individu aktif yang berusaha bebuat sesuatau untuk mengisi atau memperbaiki kekurangan yang mereka telah sadari itu. Dari kategori itu individu-individu tersebut terakhir inilah antara lain muncul para pencipta dari penemuan baru, baik yang bersifat discovery maupun yang bersifat invention. Menemukan suatu hal yang baru memerlukan suatu daya kreatif dan usaha yang besar, tetapi menyebarkan suatu hal baru yang memerlukan daya dan usaha yang lebih besar lagi.
Suatu krisis masyarakat sering juga merupakan suatu masa timbulnya banyak penemuan baru. Pendorong ini sebenarnya sama dengan pendorong seperti disebut lebih dulu, berarti bahwa dalam masyarakat itu banyak individu menentang keadaan mereka, kemudian mereka menentang karena tidak puas dengan keadaan, dan mereka tidak puas karena mereka sadar akan kekurangan-kekurangan disekelilingnya. Keinginan para ahli dalam suatu masyarakat akan mutu merupakan pendorong juga bagi terjadinya penemuan baru. Kata “ahli” tentu disini dalam arti seluas-luasnya, jadi bukan hanya ahli dalam suatu ilmu, tetapi juga ahli dalam pertukangan, ahli kerajinan, ahli kesenian atau seniman, pendeknya ahli dalam segala pekerjaan yang mungkin terdapat dalam suatu masyarakat.
Keinginan untuk mencapai mutu yang tinggi menyebabkan bahwa seorang ahli selalu mencoba memperbaiki hasil-hasil karyanya, dan dalam usaha itu sering tercapai hasil yang sebelumnya belum pernah tercapai oleh ahli lain. Dengan demikian telah timbul suatu penemuan baru. Usaha yang dilakukan untuk mencari dan menciptakan penemuan baru sering juga terdorong oleh sistem perangsang yang ada dalam masyarakat itu. Yaitu, orang yang menciptakan penemuan-penemuan baru misalnya, akan diberi ganjaran berupa kehormatan umum, kedudukan tinggi, atau harta benda dan sebagainya. Sistem perangsang sebagai pendorong untuk usaha mencipta penemuan baru terutamayang ada dalam masyarakat Eropa-Amerika atau dalam masyarakat Negara Uni Soviet, di mana terutama penemuan-penemuan teknologi dinilai sangat tinggi. Dalam masyarakat negara sedang berkembang, sistem hadiah bagi penemuan-penemuan baru seperti dalam masyarakat bangsa-bangsa Eropa Amerika, belum berkembang.
3.      Inovasi Dan Evolusi
Suatu penemuan baru selalu harus dilihat dalam kebudayaan tempat penemuan tadi terjadi. Hal ini disebabkan karena suatu penemuan baru jarang merupakan suatu perubahan mendadak dan keadaan tidak ada, yang menjadi keadaan ada. Suatu penemuan baru biasanya berupa suatu rangkaian panjang, dimulai dari penemuan-penemuan kecil yang secara akumulatif diciptakan oleh sederet pencipta-pencipta. Dengan demikian, proses inovasi (yaitu proses pembaruan teknologi ekonomi dan lanjutan) itu juga merupan suatu proses evolusi. Perbedaannya adalah bahwa dalam proses inovasi individu-individu itu bersifat aktif, sedangkan dalam suatu proses evolusi individu-individu itu pasif, bahkan sering bersifat negatif. Dikarenakan kegiatan dan usaha individu itulah, maka suatu inovasi memang merupakan suatu proses perubahan kebudayaan yang lebih cepat (artinya lebih cepat kelihatan daripada suatu proses evolusi kebudayaan).       

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Memiliki warisan budaya yang sangat kaya. Berbagai macam tradisi dan adat-istiadat yang dimiliki Indonesia seperti menjadi kebanggaan tersendiri bagi Indonesia. Indonesia menjadi kayak karena budayanya. Kekayaan budaya itu ditambah lagi dengan masuknya berbagai unsur kebudayaan asing ke dalam Indonesia yang melalui proses difusi, akulturasi, dan asimilasi. Difusi adalah proses persebaran unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Difusi juga terjadi dalam dua proses, proses langsung dan tak langsung. Akulturasi adalah bergabungnya dua kebudayaan atau lebih sehingga dapt menciptakan suatu kebudayaan baru, tanpa menghilangkan kepribadian dari kebudayaan asli. Sedangkan asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan atau lebih sehingga menghasilkan kebudayaan baru, yang berbeda dengan kebudayaan aslinya. Asimialsi ini biasa terjadi pada golongan minoritas dan golongan mayoritas pada suatu tempat.
B. Saran
Dalam menghadapi kemajemukan dan pluralitas bangsa dan negara ini haruslah dengan langkah–langkah yang bijak dan benar, apalagi di dalam kemajemukan tersebut masyarakat dan segala tingkahlaku dinamisnya dapat rentan sekali terjadi konflik, untuk itu toleransi SARA harus ditingkatkan demi terciptanya integrasi bangsa dan negara ini dan untuk menghindari konflik.
15
 
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta
Nugroho, Widodo dan Achmad Muchji. 1993. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta Universitas Gunadarma.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar