DINAMIKA
MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN II
(Proses Difusi, Akulturasi Dan Inovasi)
MAKALAH
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Antropologi Indonesia
yang Diampu Oleh Bapak Kian
Amboro, M.Pd.
Disusun oleh kelompok 11 :
Agus Nandoko 14220001
M. Rijal
Fadhli 14220020
Riswanda Pandu
W. 14220046
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses
difusi
1. Penyebaran
Manusia
Ilmu Paleoantropologi
telah memperkirakan bahwa makhluk manusia dari suatu daerah dimuka bumi, yaitu
sabana tropika di Afrika timur, dan sekarang makhluk itu sudah menduduki hampir
seluruh permukaan bumi ini. Ini dapat diterangkan dengan adanya proses migrasi
yang disertai dengan proses penyesuaian atau adaptasi fisik dan sosial budaya
dari manusia dalam jangka waktu beratus ribu tahun lamanya. Ditinjau dari segi
penelitian maka kita dapat membayangkan berbagai macam sebab dari migrasi yang
lambat dan otomatis, serta peristiwa yang menyebabkan migrasi cepat dan
mendadak. Proses difusi (diffusion) adalah proses penyebaran unsur-unsur
kebudayaan ke seluruh dunia. Kemudian difusi juga merupakan salah satu objek
ilmu penelitian Antropologi, terutama sub-ilmu antropologi diakronik. Proses difusi tidak hanya dilihat dari sudut
bergeraknya unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ketempat yang lain di muka
bumi saja. Tetapi terutama sebagai proses dimana unsur kebudayaan dibawa oleh
individu dari suatu kebudayaan, dan harus diterima oleh individu-individu dari
kebudayaan lain. Migrasi lambat dan otomatis adalah sejajar dengan perkembangan
dari manusia yang selalu banyak jumlahnya, sejak masa timbulnya di muka bumi
sampai sekarang.
2. Penyebaran Unsur-Unsur
Kebudayaan
3
|
Bentuk difusi yang lain dan mendapat
perhatian ilmu Antropologi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang
berdasarkan pertemuan-pertemuan antara individu dalam suatu kelompok manusia
dengan individu kelompok tetangga. Pertemuan antara kelompok-kelompok semacam
itu dapat berlangsung dengan berbagai cara. Cara yang pertama adalah hubungan
dimana bentuk dan kebudayaan itu masing-masing hampir tidak berubah. Hubungan ini, dapat
dinamakan hubungan symbiotic, dapat kita lihat contohnya di daerah
pedalaman negara-negara Kongo, Togo, dan Kamerun di Afrika Tengah dan Barat. Di
daerah pedalaman negara-negara tersebut terdapat berbagai suku bangsa Afrika
hidup dari bercorak tanam di ladang. Mereka mempunyai tetangga,
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari suku-suku bangsa Negrito hidup dari
berburu dan mengumpulkan hasil hutan. Hasil berburu dan hasil hutan itu
dibarter dengan hasil hutan. Hubungan semacam ini telah berlangsung sejak lama
sekali, malahan mungkin sudah sejak berabad-abad lamanya, kedua belah pihak
sudah saling membutuhkan, tetapi hubungan mereka terbatas hanya pada barter
barang-barang itu saja, sedangkan proses saling mempengaruhi tidak ada. Pada
hubungan symbiotic itu kebudayaan suku-suku bangsa Afrika tidak berubah
dan kebudayaan kelompok-kelompok Negrito juga. Cara lain adalah bentuk hubungan
yang disebabkan karena pedagangan, tetapi dengan akibat yang lebih jauh dari
pada yang terjadi pada hubungan symbiotic. Selanjutnya, ada juga
hubungan Penetration
pacifique
(pemasukan secara damai) Salah satu bentuk penetration pacifique adalah
hubungan perdagangan. Hubungan perdagangan ini mempunyai akibat yang lebih jauh
dibanding hubungan symbiotic. Unsur-unsur kebudayaan asing yang dibawa
oleh pedagang masuk ke kebudayaan penemrima dengan tidak disengaja dan tanpa
paksaan. Sebenarnya, pemasukan unsur-unsur asing oleh para penyiar agama itu
juga dilakukan secara damai, tetapi hal itu dilakukan dengan sengaja, dan
kadang-kadang dengan paksa.
Penetration
violante
(pemasukan secara kekerasan atau tidak damai) Pemasukan secara tidak damai ini
terjadi pada hubungan yang disebabkan karena peperangan atau penaklukan.
Penaklukan merupakan titik awal dari proses masuknya kebudayaan asing ke suatu
tempat. Proses selanjutnya adalah penjajahan, di sinilah proses pemasukan unsur
kebudayaan asing mulai berjalan. Ada juga difusi yang disebut stimulus
diffusion. Stimulus diffusion adalah proses difusi yang terjadi
melalui suatu rangkaian pertemuan antara suatu deret suku-suku bangsa. Konsep stimulus
diffusion juga kadang dipergunakan ketika ada suatu unsur kebudayaan yang
dibawa ke dalam kebudayaan lain, di mana unsur itu mendorong (menstimulasi)
terjadinya unsur-unsur kebudayaan yang dianggap
sebagai kebudayaan yang baru oleh warga penerima, walaupun gagasan
awalnya berasal dari kebudayaan asing tersebut.
Kemudian ada
juga namanya proses difusi yang menjadi terbagi dua macam, yaitu: Difusi
langsung, jika unsur-unsur kebudayaan tersebut langsung menyebar dari suatu
lingkup kebudayaan pemberi ke lingkup kebudayaan penerima. Difusi tak langsung terjadi
apabila unsur-unsur dari kebudayaan pemberi singgah dan berkembang dulu di
suatu tempat untuk kemudian baru masuk ke lingkup kebudayaan penerima.
Pada zaman modern seperti saat ini,
penyebaran unsur-unsur kebudayaan tidak lagi mengikuti migrasi-migrasi
kelompok, melainkan tanpa kontak langsung antar individu yang berbeda, ini
disebabkan sekarang sudah banyak media-media yang membantu mempercepat
persebaran kebudayaan dari satu tempat ketempat yang lainnya, seperti sudah
adanya televisi, radio, surat kabar dan lain sebagainya. Akhirnya kalau
perhatikan suatu proses difusi tidak hanya dari sudut bergeraknya unsur-unsur
kebudayaan dari suatu tempat ketempat lain di muka bumi saja, tetapi terutama
sebagai suatu proses dimana unsur-unsur kebudayaan dibawa oleh
individu-individu dari suatu kebudayaan, dan harus diterima oleh
individu-individu dari kebudayaan lain, maka terbukti bahwa tidak pernah
terjadi difusi dari satu unsur kebudayaan. Unsur-unsur itu selalu
berpindah-pindah sebagai suatu gabungan atau suatu kompleks yang tidak mudah
dipisahkan.
B. Akulturasi Dan
Pembaruan Atau Asimilasi
1. Akulturasi
Istilah
akulturasi, atau acculturation atau culture contact mempunyai
berbagai arti seperti Percampuran merupakan suatu perubahan besar dari suatu
kebudayaan sebagai akibat adanya pengaruh dari kebudayaan asing. Sedangkan Menurut
Koentjaraningrat yang dimana diantara para sarjana antropologi banyak
menggunakan istilah ini yaitu, percampuran menyangkut yang konsep mengenai
proses sosial yang timbul jika sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan
tertentu yang dihadapkan kepada unsur-unsur kebudayaan asing. Akibatnya,
unsur-unsur asing lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri
tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari kebudayaan asli.
Proses percampuran berlangsung dalam jangka
waktu yang relatif lama. Hal ini disebabkan adanya sebuah unsur-unsur
kebudayaan asing yang telah diserap atau diterima secara selektif dan ada
unsur-unsur yang tidak diterima sehingga proses perubahan kebudayaan melalui mekanisme
percampuran masih memperlihatkan adanya unsur-unsur kepribadian yang asli. Golongan
minoritas mengubah sifat khas unsur kebudayaan dan masuk kebudayaan
mayoritas. Ada 5 (lima) golongan masalah
akulturasi, diantaranya yaitu :
1. Masalah metode
untuk observasi, masih mencata dan melukiskan suatu proses akulturasi yang
terjadi.
2. Masalah unsur
kebudayaan asing yang mudah diterima dan sukar diterima.
3. Masalah unsur
apa yang mudah diganti dan tidak mudah diganti atau diubah.
4. Masalah
ketegangan dari krisis sosial akibat akulturasi.
Dalam penelitian jalannya suatu
proses akulturasi, seorang peneliti sebaiknya dapat memperhatikan beberapa soal
khusus, yaitu :
a. Keadaan
masyarakat penerima sebelum adanya proses akulturasi berjalan.
b. Individu-individu
dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur kebudayaan asing.
c. Saluran-saluran
yang yang dimulai oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk kedalam
kebudayaan penerima.
d. Bagian-bagian
dari masyarakat penerima yang telah terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan
asing tadi.
e. Reaksi individu
yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing.
2. Asimilasi
Asimilasi (assimilation),
merupakan proses perubahan kebudayaan secara total akibat membaurnya dua
kebudayaan atau lebih sehingga ciri-ciri
kebudayaan yang asli atau lama sudah tidak tampak lagi. Menurut Koentjaraningrat,
pembaruan adalah suatu proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan
manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda, saling bergaul langsung secara
intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan-kebudayaan
golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga
unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan
campuran. Biasanya, golongan-golongan yang tersangkut dalam suatu proses
asimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan golongan minoritas. Dalam hal ini
golongan-golongan minoritas mengubah sifat khasnya dari unsur-unsur
kebudayaanya dan menyesuaikannya dengan kebudayaan dari golongan mayoritas.
Proses-proses
sosial yang disebut asimilasi itu banyak diteliti oleh para sarjana sosiologi,
terutama di Amerika Serikat. Di sana timbul berbagai maslah yang berhubungan
dengan adanya individu-individu dan kelompok imigran yang berasal dari berbagai
suku bangsa dan negara di Eropa, yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda.
Indonesia, mempunyai banyak golongan khusus, baik yang berupa suku bangsa,
lapisan sosial, golongan agama, pengetahuan mengenai seluk-beluk proses
asimilasi dari tempat-tempat lain di dunia menjadi penting sekali sebagai bahan
perbandingan.
Hal yang perlu
diketahui adalah faktor-faktor yang menghambat proses asimilasi. Dari berbagai
proses asimilasi yang pernah diteliti para ahli terbukti bahwa hanya dengan
pergaulan antara kelompo-kelompok secara luas dan intensif saja, belum tentu
terjadi suatu proses asimilasi, kalau diantara kelompok-kelompok yang
berhadapan itu tidak ada suatu suatu sikap toleransi dan simpati satu terhadap
yang lain. Orang Cina misalnya ada di Indonesia, bergaul secara luas dan
intensif dengan orang Indonesia sejak berabad-abad lamanya, namun mereka belum
juga semua terintegrasi ke dalam masyarakat dan kebudayaan Indonesia, karena
selama itu belum cukup ada sikap saling bertoleransi dan bersimpati.
Sikap toleransi
dan simpati terhadap kebudayaan lain itu sebaliknya sering terhalang oleh
berbagai faktor, dan faktor-faktor ini sudah tentu juga menjadi penghalang
proses asimilasi pada umumnya. Faktor- faktornya itu adalah
a. Kurangnya
pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapinya.
b. Sifat
takut terhadap kekuatan dan kebudayaan lain,
c. Perasaan
superioritas pada individu-individu dari satu kebudayaan terhadap yang
lainnya.
Selanjutnya,
asimilasi dapat ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan antara
orang atau kelompok. Untuk mengurangi perbedaan itu, maka asimilasi meliputi
usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan, sikap dan perasaan dengan
memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama. Hasil dari proses asimilasi
adalah semakin tipisnya batas perbedaan antar individu dalam suatu kelompok
atau bias juga batas-batas antar kelompok. Selanjutnya, individu melakukan
identifikasi diri dengan kepentingan bersama. Artinya, menyesuaikan kemauannya
dengan kemauan kelompok. Demikian pula antara kelompok yang satu dengan
kelompok yang lain.
C. Inovasi
Dan Penemuan
1. Inovasi
Dan Penemuan
Inovasi adalah
suatu proses pembaharuan dan penggunaan sumber-sumber alam, energi,
dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru semua
akan menyebabkan adanya sistem produksi menghasilkan produk-produk baru. Dengan demikian
inovasi itu mengenai pembaharuan kebudayaan yang khusus
mengenai unsur teknologi dan ekonomi. Proses inovasi sudah tentu sangat erat
kaitannya dengan penemuan baru dalam teknologi. Suatu penemuan biasanya juga
merupakan suatu proses sosial yang sangat panjang dan membutuhkan waktu lama
yang melalui dua tahap khusus, yaitu discovery dan invention.
Suatu discovery
adalah suatu penemuan dari unsur kebudayaan yang baru, baik berupa suatu
alat baru, suatu ide baru, yang diciptakan oleh seorang individu, atau suatu
rangkaian dari bebrapa individudalam masyarakat yang bersangkutan. Discovery
baru men jadi invention apabila masyarat sudah mengakuinya, menerima dan
menerapkan penemuan baru itu.
Proses dari discovery
hingga ke invention sering memerlukan tidak hanya seorang individu,
yaitu penciptanya saja, tetapi suatu rangkaian yang terdiri dari beberapa orang
pencipta. Penemuan mobil misalnya dimulai dengan aktivitas dari seorang
berbangsa amerika yang bernama S. Marcus, yang dalam tahun 1875 mengembangkan motor
gas pertama. Sebenarnya sistem motor gas juga merupakan hasil dari suatu
rangkaian gagasan yang dikembangkan selangkah demi selangkah oleh beberapa
orang pencipta lain sebelum Marcus. Walaupun demikian, Marcuslah yang telah membulatkan
penemuan itu dan yang pertama kali menghubungkan motor gas dengan sebuah kereta
dengan cara yang sedemikian rupa sehingga tadi dapat berjalan dengan tanpa
ditarik oleh kuda. Itulah saatnya mobil menjadi suatu discovery.
Pada saat suatu
penemuan menjadi suatu invention, proses penemuan belum selesai.
Walaupun kira-kira sesudah 1911 produksi mobil dimulai dan menjadi suatu
inovasi teknologi yang ekonomis, namun mobil belum dikenal oleh seluruh
masyarakat. Penyebarannya masih harus dipropagandakan kepada kelayak ramai.
Lagi pula, waktu itu biaya produksi masih demikian tingginya sehingga hanya
suatu golongan sebagian kecil atau hanya kalangan atas saja yang dapat
membelinya. Untuk membuat agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin
masih diperlukan serangkaian penemuan perbaikan lagi, dan kemudian penerimaan
dari masyarakat belum siap dan belum matang untuk menerimanya. Salah satu
persiapannya diantaranya dengan membangun jalan-jalan yang baru. Bahkan di
negara Eropa dan Amerika pun mobil masih memberikan banyak persoalan. Satu
contoh misalnya mengenai tempat memarkir mobil di kota-kota Amerika sekarang.
Dapat diketahui
juga di Indonesia persoalan itu juga sudah mulai tampak atau timbul dibeberapa
tempat tertentu tetapi masalah parkir, di Indonesia sendiri masih terdapat
banyak masalah sekitar mobil yang belum teratur (misalnya sistem persedian suku
cadang, sistem jalan-jalan raya yang masih sangat tidak memadai, sistem
asuransi mobil yang belum berkembang dan sebagainya) masyarakat Indonesia memang
belum matang benar untuk menerima mobil pada saat itu. Proses inovasi sosial-ekonomi
dari mobil dalam masyarakat Indonesia belum selesai.
2. Pendorong
Penemuan Baru
Suatu
pertanyaan yang sangat penting adalah pertanyaan tentang factor-faktor apakah yang
menjadi pendorong bagi individu dalam suatu masyarakat untuk memulai dan
mengembangkan penemuan-penemuan baru. Para sarjana
mengatakan bahwa pendorong itu adalah :
a. Kesadaran
para individu kekurangan dalam kebudayaan.
b. Mutu
dari keahlian dalam suatu kebudayaan.
c. Sistem
perangsang bagi aktivitas mencipta dalam masyarakat.
Dalam
masyarakat tertentu ada seorang individu-individu yang sadar akan adanya
bebagai kekurangan dalam kebudayaan mereka. Di antara individu itu banyak yang
menerima kekurangan itu sebagai hal yang harus diterima saja, individu-individu
lain mungkin tidak berani atau tidak mampu untuk berbuat apa-apa, sedangkan ada
juga individu-individu aktif yang berusaha bebuat sesuatau untuk mengisi atau
memperbaiki kekurangan yang mereka telah sadari itu. Dari kategori itu
individu-individu tersebut terakhir inilah antara lain muncul para pencipta
dari penemuan baru, baik yang bersifat discovery maupun yang bersifat invention.
Menemukan suatu hal yang baru memerlukan suatu daya kreatif dan usaha yang
besar, tetapi menyebarkan suatu hal baru yang memerlukan daya dan usaha yang
lebih besar lagi.
Suatu krisis
masyarakat sering juga merupakan suatu masa timbulnya banyak penemuan baru.
Pendorong ini sebenarnya sama dengan pendorong seperti disebut lebih dulu,
berarti bahwa dalam masyarakat itu banyak individu menentang keadaan mereka,
kemudian mereka menentang karena tidak puas dengan keadaan, dan mereka tidak
puas karena mereka sadar akan kekurangan-kekurangan disekelilingnya. Keinginan
para ahli dalam suatu masyarakat akan mutu merupakan pendorong juga bagi
terjadinya penemuan baru. Kata “ahli” tentu disini dalam arti seluas-luasnya,
jadi bukan hanya ahli dalam suatu ilmu, tetapi juga ahli dalam pertukangan,
ahli kerajinan, ahli kesenian atau seniman, pendeknya ahli dalam segala
pekerjaan yang mungkin terdapat dalam suatu masyarakat.
Keinginan untuk
mencapai mutu yang tinggi menyebabkan bahwa seorang ahli selalu mencoba
memperbaiki hasil-hasil karyanya, dan dalam usaha itu sering tercapai hasil
yang sebelumnya belum pernah tercapai oleh ahli lain. Dengan demikian telah
timbul suatu penemuan baru. Usaha yang dilakukan untuk mencari dan menciptakan
penemuan baru sering juga terdorong oleh sistem perangsang yang ada dalam
masyarakat itu. Yaitu, orang yang menciptakan penemuan-penemuan baru misalnya,
akan diberi ganjaran berupa kehormatan umum, kedudukan tinggi, atau harta benda
dan sebagainya. Sistem perangsang sebagai pendorong untuk usaha mencipta
penemuan baru terutamayang ada dalam masyarakat Eropa-Amerika atau dalam
masyarakat Negara Uni Soviet, di mana terutama penemuan-penemuan teknologi
dinilai sangat tinggi. Dalam masyarakat negara sedang berkembang, sistem hadiah
bagi penemuan-penemuan baru seperti dalam masyarakat bangsa-bangsa Eropa
Amerika, belum berkembang.
3. Inovasi
Dan Evolusi
Suatu penemuan
baru selalu harus dilihat dalam kebudayaan tempat penemuan tadi terjadi. Hal
ini disebabkan karena suatu penemuan baru jarang merupakan suatu perubahan
mendadak dan keadaan tidak ada, yang menjadi keadaan ada. Suatu penemuan baru
biasanya berupa suatu rangkaian panjang, dimulai dari penemuan-penemuan kecil
yang secara akumulatif diciptakan oleh sederet pencipta-pencipta. Dengan
demikian, proses inovasi (yaitu proses pembaruan teknologi ekonomi dan
lanjutan) itu juga merupan suatu proses evolusi. Perbedaannya adalah bahwa
dalam proses inovasi individu-individu itu bersifat aktif, sedangkan dalam
suatu proses evolusi individu-individu itu pasif, bahkan sering bersifat
negatif. Dikarenakan kegiatan dan usaha individu itulah, maka suatu inovasi
memang merupakan suatu proses perubahan kebudayaan yang lebih cepat (artinya
lebih cepat kelihatan daripada suatu proses evolusi kebudayaan).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia, yang terdiri dari berbagai
suku bangsa. Memiliki warisan budaya yang sangat kaya. Berbagai macam tradisi
dan adat-istiadat yang dimiliki Indonesia seperti menjadi kebanggaan tersendiri
bagi Indonesia. Indonesia menjadi kayak karena budayanya. Kekayaan budaya itu
ditambah lagi dengan masuknya berbagai unsur kebudayaan asing ke dalam
Indonesia yang melalui proses difusi, akulturasi, dan asimilasi. Difusi adalah
proses persebaran unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Difusi juga terjadi dalam dua proses, proses langsung dan tak langsung.
Akulturasi adalah bergabungnya dua kebudayaan atau lebih sehingga dapt
menciptakan suatu kebudayaan baru, tanpa menghilangkan kepribadian dari
kebudayaan asli. Sedangkan asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan atau
lebih sehingga menghasilkan kebudayaan baru, yang berbeda dengan kebudayaan
aslinya. Asimialsi ini biasa terjadi pada golongan minoritas dan golongan
mayoritas pada suatu tempat.
B. Saran
Dalam menghadapi kemajemukan dan
pluralitas bangsa dan negara ini haruslah dengan langkah–langkah yang bijak dan
benar, apalagi di dalam kemajemukan tersebut masyarakat dan segala tingkahlaku
dinamisnya dapat rentan sekali terjadi konflik, untuk itu toleransi SARA harus
ditingkatkan demi terciptanya integrasi bangsa dan negara ini dan untuk
menghindari konflik.
15
|
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu
Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta
Nugroho,
Widodo dan Achmad Muchji. 1993. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta Universitas
Gunadarma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar